23 Januari 2009

Senyawa Isoflavon Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) PadaTempe Kedelai

Tempe secara luas dikenal sebagai makanan khas Indonesia, dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa. Ada berbagai macam tempe di Indonesia seperti misalnya tempe gembus dibuat dari ampas tahu, tempe lamtoro dibuat dari biji lamtoro, tempe benguk dibuat dari biji koro benguk, tempe koro dibuat dari koro, tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa, tempe gude dibuat dari kacang gude dan tempe kedelai dibuat dari kedelai. Dari beberapa jenis tempe tersebut yang paling banyak digemari masyarakat adalah tempe kedelai. Tempe dibuat dengan proses fermentasi kedelai dengan kapang jenis Rhizopus.

Tempe merupakan makanan bergizi tinggi sehingga makanan ini mempunyai arti strategis dan sangat penting untuk pemenuhan gizi. Lebih dari itu, tempe mempunyai keunggulan-keunggulan lain, yaitu mempunyai kandungan senyawa aktif; teknologi pembuatannya sederhana; harganya murah; mempunyai citarasa yang enak; dan mudah dimasak

Senyawa isoflavon merupakan senyawa yang mencirikan tanaman kelompok leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu), salah satunya tanaman kedelai.. Pada kedelai mengalami berbagai perubahan pada proses pembuatan tempe baik oleh proses fisik maupun proses enzimatik oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Keterlibatan mikroorganismen pada proses pembuatan tempe terutama terjadi pada proses perendaman oleh bakteri-bakteri pembentuk asam dan proses fermentasi oleh kapang khususnya Rhizopus oligosporus.

Sebagai akibat perubahan-perubahan tersebut tempe menjadi lebih enak, lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna. Salah satu factor penting dalam perubahan tersebut adalah terbebasnya senyawa-senyawa isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon), dan teristemewa hadirnya Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak terdapat pada kedelai, ternyata berpotensi tinggi (dibanding dengan jenis isoflavon yang lainnya) sebagai antioksidan (Gyorgy dkk., 1964), antihemolitik (Murata, 1985), penurun tekanan darah, anti kanker (Zilleken, 1986), dan sebagainya

Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang juga mengalami metabolisme. Senyawa isoflavon ini pada kedelai berbentuk senyawa konjugat dengan senyawa gula melalui ikatan -O- glikosidik. Selama proses fermentasi, ikatan -O- glikosidik terhidrolisis, sehingga dibebaskan senyawa gula dan isoflavon aglikon yang bebas. Senyawa isoflavon aglikon ini dapat mengalami transformasi lebih lanjut membentuk senyawa transforman baru. Hasil transformasi lebih lanjut dari senyawa aglikon ini justru menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi. Hal ini terlihat pada Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon), yang mempunyai aktivitas antioksidan dan antihemolisis lebih baik dari daidzein dan genistein. Selain itu, telah ditemukan bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali dari senyawa karboksikroman.

Naim (1973) melaporkan bahwa kedelai dorman mengandung glikosida isoflavon yang terdiri dari : 65% genistin, 23% daidzin dan 15% glisitin. Pratt dan Hudson (1985), melaporkan bahwa daidzin, genistin, dan glisitein yang terdapat pada biji kedelai dapat dihidrolisis oleh ß-glukosidase selama proses perendaman menjadi aglikon isoflavon dan glukosanya yaitu genestein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1), daidzein (7,4’-trihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1) serta glisitein (6-metoksi-7,4’-dihidroksi isoflavon) dan glukosa (1:1).

Menurut Barz dan Papendorf (1991), Faktor II dapat terbentuk karena selama proses perendaman kedelai, ß-glukosidase akan aktif dan mengubah glisitin, genestin dan daidzin yang telah ada pada kedelai menjadi glisitein, genestein dan daidzein. Selanjutnya selama proses fermentasi kedelai direndam dengan Rhizopus oligosporus terjadi konversi lebih lanjut glisitein dan daidzein menjadi senyawa Faktor II.

Transformasi Pembentukan Faktor-II.

Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan senyawa yang sangat menarik perhatian, karena senyawa ini tidak terdapat pada kedelai dan hanya terdapat pada tempe. Senyawa ini terbentuk selama proses fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Senyawa ini mula-mula ditemukan kembali oleh Gyorgy (1964) pada ekstrak tepung tempe. Perkembangan selanjutnya terbukti bahwa Faktor-II tersebut pada kedelai jumlahnya sangat kecil. Ia merupakan senyawa konjugat/terikat dengan senyawa karbohidrat melalui ikatan glikosidik.

Setelah fermentasi oleh Faktor-II, akan dibebaskan walaupun jumlahnya sangat kecil. Faktor-II dipandang sebagai senyawa yang sangat prospektif sebagai senyawa antioksidan (10 kali aktivitas dari vitamin A atau karboksi kroman dan sekitar 3 kali dari senyawa isoflavon aglikon lainnya pada tempe) serta antihemolitik. Dengan demikian, karakterisasi mikroorganisme transforman Faktor-II perlu diteliti. Menurut penelitian Barz dkk. (1993) biosintesa Faktor-II dihasilkan melalui demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein (gambar1).

Biosintesa Senyawa Flavon/Isoflavon.

Flavon/isoflavon yang terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenil alanin atau tirosin. Biosintesa ini berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara, yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, dan flavon serta isoflavon.

Berdasarkan biosintesa tersebut maka flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Pada umumnya, senyawa metabolit sekunder disintesis oleh mikroba tertentu dan bukan merupakan kebutuhan fisiologis pokok dari mikroba itu sendiri, baik untuk pertumbuhan maupun untuk aktivitas kehidupannya. Meskipun tidak dibutuhkan untuk pertumbuhan, senyawa metabolit sekunder dapat juga berfungsi sebagai nutrien darurat untuk mempertahankan hidup. Senyawa metabolit sekunder biasanya terbentuk setelah fase pertumbuhan logaritmik atau pada fase stationer, sebagai akibat keterbatasan nutrien dalam medium pertumbuhannya. Keterbatasan nutrien dalam medium akan merangsang dihasilkanya enzim-enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit sekunder dengan memanfaatkan metabolit primer guna mempertahankan kelangsungan hidup. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam golongan tersebut.

Bioaktivitas dan Struktur Isoflavon

Murakami (1984) mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk struktur bebas (aglikon) dari senyawa. Selanjutnya Hudson (dalam Ahmad, 1990) menyatakan bahwa aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus -OH ganda, terutama dengan gugus C=0 pada posisi C-3 dengan gugus -OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Hasil transformasi isoflavon selama fermentasi tempe daidzein, genistein, glisitein, dan Faktor-II, ternyata memenuhi kriteria tersebut.

Aktivitas estrogenik isoflavon ternyata terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan, senyawa isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol. Oilis (1962) menunujukkan bahwa daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogenik-nya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya.

Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh gugus C=O pada posisi C-3 dan gugus -OH pada posisi C-5 yang dapat membenluk kompleks dengan logam besi, seperti quersetin. Sedang aktivitas anti-ulser ditunjukkan oleh struktur gugus -OH yang bersebelahan, seperti pada mirisetin. Sebagaimana diperlihatkan oleh Graham dan Graham (1991) bahwa senyawa formononitin dan gliseolin berpotensi untuk membunuh kapang patogen sehingga berpotensi sebagai senyawa pestisida (biopestisida). Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi "alat komunikasi" (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel yang selanjutnya mempengaruhi proses metabolisma sel atau makhluk hidup yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat secara negatif (menghambat) maupun secara positif (menstimulasi).

Oilis (1962) memperlihatkan fungsi isoflavon sebagai pengendali pertumbuhan (hormonal) seperti genistein dan daidzein yang juga mempunyai sifat estrogenik. Proteksi terhadap makhluk patogen yang berpotensi untuk membunuh kapang patogen ditunjukkan oleh senyawa formononitin dan gliseolin (Graham dan Graham, 1991).

Manfaat Senyawa Isoflavon Pada Tempe Kedelai

Isoflavon pada tempe dapat mencegah aktivitas sel menjadi sel kanker, tetapi juga dapat memperbaiki metabolisme hormon steroid, menurunkan kolesterol dan trigleserida, serta melindungi sel-sel hati dari paparan senyawa beracun. Selain itu Isoflavon juga dapat berfungsi untuk memperlancar sirkulasi darah. Isoflavon mempunyai beberapa efek posifif dari isoflavon adalah antiadrenalin, yang membuat jantung bekerja lebih santai, di samping antiperadangan serta mencegah ketidak teraturan denyut jantung

Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,74' tri hidroksi isoflavan, terbukti berpotensi sebagai anti-kontriksi pembuluh darah (konsentrasi 5 µg/ml) dan juga berpotensi menghambat pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian, isoflavon dapat mengurangi terjadinya arteriosclerosis pada pembuluh darah

Zat yang terkandung dalam hasil olahan kedelai ini dapat berfungsi pula untuk mencegah terjadinya kerusakan permukaan dinding pembuluh darah jantung (koroner), tetapi sekaligus memperbaikinya. Termasuk pula mengikis endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah koroner. Hasil olahan kedelai lain seperti minyak kedelai, juga dapat menangkal kolesterol. Menurut Zilliken (1987), Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) merupakan senyawa isoflavon yang paling besar pengaruhnya. Karena itulah isoflavon menumbuhkan harapan cerah pada pencegahan dan penurunan kejadian penyakit jantung.

Referensi :

Achmad, S.A. Flavonoid dan Phyto Medica: Kegunaan dan Prospek. Phyto Medica, Vol I, No, 2, 1990.

Barz, W., Heskamp, Klus, K., Rehms, H. dan Steinkamp, R. Recent Aspect of Protein, Phytate and Isoflavone Metabolism by Microorganisms Isolated from Tempe-Fermentation. Tempo Workshop, Jakarta, 15 February 1993.

Barz, W. Ang G.B. Papendorf. 1991. Metabolism of isoflavones and formation of factor-2 by tempeh producing microorganism Tempeh Workshop, Cologne. 20 May 1991.

Graham, T.L. dan Graham, M.Y. Glyceollin Elicitor Induce Major but Distinctly Different Shifts in Isoflavonoid Metabolism in Proximal and distal Soybean Cell Population. Molecular Plant-Microbe Interactions Vol. 4, No.1, 1991.

Gyorgy, P., K. Murata, and H. Ikehata. 1964. Antiokxidants isolated from fermented soybeans tempeh. Nature. 203: 872-875.

Murakami, H., Asakawa, T., Terao, J. Dan Matsushita, S. (1984). Antioxydantive stability of Tempeh and Liberation of Isoflavones by fermentation. Agric. Biot. Chem., 48 (12), 2971-2975.

Murata, K., 1985. Formation of antioxidant and nutrient in tempe. Asian Symposium on Non-salted Soybean Fermentation, Tsukuba, Japan, July 14-16, 1985.

Naim, M. 1973. Anew isoflavone from soybeans. Phytochemistry 12: 169-171.

Oilis, W.D. The Isoflavanoids. 1962. Macmillan Co., New York.

Pawiroharsono, S. 1995. Metabolisma Isoflavon dan Faktor-ll Pada Proses Pembuatan Tempe. Prosiding Simposium Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan Modem, UGM, Yogyakarta.

Pratt, D.E and B.J. Hudson. 1985. Natural antioxidants not exploited commercially. Antioxidants : 1971-1989.

Zilleken, F., 1986. First draft meeting on biotechnology, BPP Teknologi, 11 Maret 1986, Jakarta.

Zilliken, F.I 1987. Production of Novel Isoflavans. Material Meeting, BMBF, Bonn, Germany.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar